Ilustrasi: Susu kental manis. (Dok. ANTARA) |
JAKARTA, REPUBLIK INDONESIA – Dokter spesialis gizi, dr. Davrina Rianda, M.Gizi, mengungkapkan bahwa pemberian kental manis pada anak dapat memengaruhi preferensi rasa mereka, yang pada akhirnya membuat kebiasaan konsumsi makanan dan minuman manis menjadi sulit dihilangkan. Menurut dr. Davrina, usia anak-anak merupakan periode penting dalam kehidupan awal yang menentukan jenis rasa yang disukai.
"Apakah ada batasan bolehnya? Kalau saya boleh bilang, tidak boleh (memberikan susu kental manis kepada anak). Karena ini sebenarnya sama saja kita memperkenalkan es teh manis ke anak. Kita perlu melihat kental manis itu sebagai gula, mungkin itu cara lebih mudah untuk melihatnya karena kandungannya tinggi gula," ujar dr. Davrina dalam diskusi daring yang diadakan oleh Koalisi Perlindungan Kesehatan Masyarakat (Kopmas) di Jakarta, Kamis.
Peneliti dari Human Nutrition Research Centre (HNRC) IMERI-FKUI itu menjelaskan bahwa otak anak-anak pada usia dini belum memiliki kemampuan untuk mengontrol keinginan mengonsumsi makanan atau minuman manis secara rasional, berbeda dengan orang dewasa yang sudah mampu mempertimbangkan konsekuensi.
“Anak tidak bisa mengontrol keinginan bahwa, ‘Oh, ini (konsumsi kental manis) tidak boleh karena nanti aku ada risiko metabolik’. Anak belum bisa sampai ke sana (proses kognitifnya). Kita jelaskan harus benar-benar secara real, belum bisa konsep abstrak,” lanjutnya.
Pengenalan kental manis pada anak, kata Davrina, akan membuat usaha mengembalikan preferensi rasa menjadi lebih sehat semakin sulit jika sudah terlanjur menjadi kebiasaan.
Selain itu, dr. Davrina menegaskan bahwa persepsi masyarakat yang menganggap kental manis sebagai produk susu perlu diubah. Ia mendukung agar kental manis tidak disebut sebagai "susu" karena setelah dicampur air pun, produk tersebut tidak berubah menjadi susu. Kental manis hanya mengandung gula dalam jumlah tinggi tanpa kalsium dan vitamin penting yang ada pada susu yang sehat.
"Empat sendok makan kental manis setara dengan 19 gram gula," catatnya, menunjukkan betapa tingginya kandungan gula produk tersebut.
Kebiasaan mengonsumsi makanan atau minuman manis sejak usia dini memiliki kaitan erat dengan risiko obesitas yang kemudian dapat meningkatkan potensi penyakit diabetes. Lebih lanjut, dr. Davrina juga menyatakan bahwa konsumsi kental manis bisa berkaitan dengan risiko stunting yang dapat menghambat tumbuh kembang anak.
“Orang tua mungkin belum tahu bahwa di masa-masa awal kehidupan itu, metabolisme anak sedang diprogram. Jadi, kalau misalnya ada gangguan di awal kehidupan, itu dampaknya jangka panjang. Nanti ada risiko kencing manis dan penyakit tidak menular lainnya,” ujar dr. Davrina.